Mengenal Suku Dayak Hindu-Budha Bumi Segandu Indramayu

Bila suatu ketika kita berkunjung ke daerah Indramayu, tidak jauh dari Pantai Eretan Wetan, di sepanjang lajur sebelah kanan by pass dari arah Jakarta ke Cirebon (jalur Pantura), terdapat sebuah jalan kecil yang bila ditelusuri menuju ke lokasi pemukiman sebuah komunitas yang menamakan dirinya Suku Dayak Hindu Budha Bumi Segandu. Orang luar sering juga menyebutnya dengan istilah “Dayak Losarang”, atau "Dayak Indramayu”. Komunitas ini tepatnya bermukim di Kampung Segandu. Desa Krimun, Kecamatan Losarang. Kabupaten Indramayu. “Suku Dayak Indramayu” mulai mencuat ke permukaan sejak pernyataan mareka untuk menjadi “Golongan Putih” (golput= tidak memilih salah satu partai) pada Pemilu tahun 2004. “Suku Dayak Indramayu” hidup di tengah-tengah masyarakat sekitarnya, akan tetapi dalam beberapa hal, mereka mengisolasikan diri dari lingkungan masyarakatnya. Misalnya untuk tempat tinggal dan tempat peribadatan (ritual) mereka, dibentengi dengan dinding yang cukup tinggi dan diberi ornament lukisan-lukisan. Di dalam benteng ini terdapat beberpa bangunan yang terdiri atas: rumah pemimpin suku, pendopo, pesarean, pesanggaran, dan sebuah bangunan rumah tinggal salah satu pemimpin suku.  
Beberapa bangunan, yaitu rumah pemimpin suku dan pesarean sudah merupakan bangunan permanent, berdinding tembok, berlantai keramik, dan beratap genteng. Gedung pendopo berdinding semi permanent, yaitu dinding bagian bawah berupa tembok dan duduk jendela/setengah badan ke atas menggunakan papan yang dilapis bilik, berlantai keramik, dan beratap genteng. Sementara itu, bangunan pesanggaran adalah bangunan non-permanen, berlantai tanah, beratap sirap dan dindingnya dibuat dari papan dan bilik. Lingkungan alam di sekitarnya adalah lingkungan pertanian sawah dan palawija. Oleh sebab itu, mereka dalam kesehariannya bermata pencaharian sebagai buruh tani. Data tentang deskripsi kehidupan mereka diperoleh melalui wawancara dengan ketua Suku Dayak Hindu Budha. 
Komunitas ini menamakan dirinya dengan sebutan “Suku Dayak Hindu Budha Bumi Segandu Indramayu”. Menurut penjelasan warga komunitas ini, penamaan Suku Dayak ini mengandung makna sebagai berikut: Kata “Suku” artinya kaki, yang mengandung makna bahwa setiap manusia berjalan dan berdiri di atas kaki masing-masing untuk mencapai tujuan sesuai dengan kepercayaan dan keyakinan masing-masing. Kata “Dayak” berasal dari kata “ayak” datau “ngayak” yang artinya memilih atau nyaring. Makna kata “Dayak” disini adalah menyaring, memilah dan memilih mana yang benar dan mana yang salah. Kata “Hindu” artinya kandungan atau rahim. Filosofinya adalah bahwa setiap manusia dilahirkan dari kandungan sang Ibu (perempuan). Sedangkan kata “Budha”, asal dari kata “wuda”, yang artinya telanjang. Makna filosofinya adalah bahwa setiap manusia dilahirkan dalam keadaan telanjang. Selanjutnya adalah kata “Bumi Segandu Indramayu”. “Bumi mengandung makna wujud, sedangkan “Segandu” bermakna sekujur badan. Gabungan kedua kata ini, yakni “Bumi Segandu” mengandung makna filosofi sebagai kekuatan hidup.Adapun “Indramayu”, mengandung pengertian “In” maknanya adalah “inti”, “Darma” artinya orang tua, dan kata “ayu” maknanya perempuan. Makna filosofinya adalah bahwa ibu (perempuan) merupakan sumber hidup, karena dari rahimnyalah kita semua dilahirkan.Jadi penyebutan kata “suku” pada komunitas ini bukan dalam konteks terminology suku bangsa (etnik) dalam pengertian antropologis, melainkan penyebutan istilah yang diambil dari makna kata-kata dalam bahasa daerah (jawa). 
Lebih jauh, pemimpin komunitas ini menjelaskan tentang pemakaian kata “Hindu-Budha” pada sebutan komunitas ini. Kendatipun kominitas ini menggunakan kata “Hindu-Budha”, bukan berarti bahwa mereka adalah penganut agama Hindu ataupun Budha. Penggunaan kata “Hindu”, karena komunitas ini meneladani peri kehidupan kelima tokoh Pandawa, yang terdiri atas: Yudistira, Bima(Wirekudara), Arjuna(Permadi), Nakula dan Sadewa, serta tokoh Semar, yang dipandang sebagai seorang mahaguru yang sangat bijaksana. Adapun penyebutan kata “Budha” karena mereka mengambil inti ajaran “aji rasa” (tepuk seliro) dan kesahajaan yang merupakan inti ajaran agama Budha. 

Sumber : http://archive69blog.blogspot.com

0 komentar :

Post a Comment

 

Pariwisata Indonesia Copyright © 2011-2012 | Powered by Blogger