Situ Lengkong terletak sekitar 35 km sebelah utara kota Kabupaten
Ciamis atau 15 km sebelah barat Kota Kawali, berbatasan di sebelah utara
dengan wilayah talaga Kabupaten Majalengka dan Kabupaten Kuningan,
suatu lingkup wilayah komunitas yang dulu dikenal sebagai pusat kerajaan
Panjalu. Temuan-temuan data kepurbakalaan, nilai- nilai sosial kultural
serta jejak kesejahteraan lainnya yang kini masih terlestarikan,
memberikan petunjuk tentang masa lalu kota itu. Sebagai kota kerajaan
kuno yang dikenal sebagai kerajaan Soko Galuh Panjalu. Ibu kota Kerajaan
itu dibangun pada areal suatu danau (situ) seluas 70 Ha, yang kini
disebut Situ Lengkong, terletak disepanjang tepi utara kota Panjalu,
sekarang terdapat tiga buah Nusa (pulau kecil). Pada situ tersebut yang
masing- masing digunakan sebagai tempat bangunan Istana Kerajaan,
Kepatihan dan staf kerajaan dan sebagai taman rekreasi. Pendiri ibu kota
kerajaan adalah tokoh karismatik leluhur Panjalu bernama Borosngora
Raja Panjalu islam pertama.
Wisatawan yang datang ke Panjalu pada umumnya adalah para penziarah
mengunjungi Tokoh Raja Panjalu, teristimewa pemakaman Prabu Harian
Kancana di Nusa Situ Lengkong (Situ Istana Kerajaan) serta danau itu
sendiri yang bernuansa religius, disamping itu juga mengunjungi Musium
Bumi Alit. Dimana disimpan benda- benda peninggalan bersejarah seperti Menhir,
Batu Pengsucian, Batu Penobatan, naskah- naskah dan benda- benda
pekakas peninggalan milik Raja-raja dan Bupati Panjalu masa lalu,
terutama perkakas yang disebut benda pusaka Panjalu yang berupa Pedang,
Cis dan Genta (lonceng kecil) peninggalan Prabu Sanghyang Borosngora.
Kerajaan Panjalu, Kerajaan Islam Sunda
Terjadinya
Situ Lengkong Panjalu, tidak terlepas dari sejarah Kerajaan Panjalu.
Konon sekitar abad VII, hiduplah seorang raja Panjalu bernama Prabu
Sanghyang Boros Ngora. Dia memimpin Panjalu dengan adil dan bijaksana
sehingga sangat dicintai rakyatnya. Boros Ngora pada waktu itu beragama
Hindu dan kerajaan Panjalu adalah kerajaan Hindu.
Suatu waktu, Boros
Ngora berkelana dengan maksud mencari ilmu pengetahuan. Sampailah di
sebuah tempat yang di sekitarnya terdiri dari bebatuan dan pasir.
Rupanya tanah yang diinjaknya itu adalah tanah suci Mekkah. Di sanalah
ia berguru kepada Sayyidina Ali r.a., yang dikenalnya sakti mandraguna.
Prabu Sanghyang Boros Ngora pun menguasai ilmu sejati yakni agama
Islam yang membawa pada keselamatan dunia dan akhirat.
Setelah itu, dia
pulang membawa oleh-oleh dari sahabat Nabi berupa pakaian kehajian,
pedang dan air zam-zam. Air zam-zam dibawanya dalam sebuah gayung yang
permukaannya bolong-bolong pemberian ayahnya Prabu Sanghyang Cakra
Dewa. Dengan izin Yang Maha Kuasa ia dapat membawa air zam-zam itu
pulang ke tempat asalnya, Panjalu.
Setibanya di
Panjalu, air zam-zam itu ditumpahkannya di sebuah tempat yaitu Lembah
Pasir Jambu. Sampai saat ini diyakinilah bahwa Situ Lengkong Panjalu
terjadi karena tumpahan air zam-zam yang dibawa Sanghyang Prabu Boros
Ngora. Di tengah-tengah danau terdapat daratan yang dinamai Nusa Gede.
Sumber : www.disparbud.jabarprov.go.id
0 komentar :
Post a Comment