1. Upacara Tabuik Sumatera Barat.
Berasal dari kata ‘tabut’, dari bahasa Arab yang berarti mengarak,
upacara Tabuik merupakan sebuah tradisi masyarakat di pantai barat,
Sumatera Barat, yang diselenggarakan secara turun menurun. Upacara ini
digelar di hari Asura yang jatuh pada tanggal 10 Muharram, dalam
kalender Islam.
Konon,
Tabuik dibawa oleh penganut Syiah dari timur tengah ke Pariaman,
sebagai peringatan perang Karbala. Upacara ini juga sebagai simbol dan
bentuk ekspresi rasa duka yang mendalam dan rasa hormat umat Islam di
Pariaman terhadap cucu Nabi Muhammad SAW itu. Karena kemeriahan dan
keunikan dalam setiap pagelarannya, Pemda setempat pun kemudian
memasukkan upacara Tabuik dalam agenda wisata Sumatera Barat dan
digelar setiap tahun.
Dua minggu menjelang pelaksanaan upacara Tabuik, warga Pariaman sudah
sibuk melakukan berbagai persiapan. Mereka membuat serta aneka
penganan, kue-kue khas dan Tabuik. Dalam masa ini, ada pula warga yang
menjalankan ritual khusus, yakni puasa.
Selain sebagai nama upacara,
Tabuik juga disematkan untuk nama benda yang menjadi komponen penting
dalam ritual ini. Tabuik berjumlah dua buah dan terbuat dari bambu
serta kayu. Bentuknya berupa Binatang berbadan kuda, berkepala manusia, yang tegap dan bersayap. Oleh umatIslam, Binatang ini disebut Buraq dan dianggap sebagai Binatang
gaib. Di punggung Tabuik, dibuat sebuah tonggak setinggi sekitar 15 m.
Tabuik kemudian dihiasi dengan warna merah dan warna lainnya dan akan
di arak nantinya.
2. Makepung, Balap Kerbau Masyarakat Bali.
Kalau Madura punya Kerapan Sapi, maka Bali memiliki Makepung. Dua tradisi yang serupa tapi tak sama, namun menjadi tontonan
Unik
yang segar sekaligus menghibur. yang dalam bahasa Indonesia berarti
berkejar-kejaran, adalah tradisi berupa lomba pacu kerbau yang telah
lama melekat pada masyarakat Bali, khususnya di Kabupaten Jembrana.
Tradisi ini awalnya hanyalah permainan para petani yang dilakukan di
sela-sela kegiatan membajak sawah di musim panen. Kala itu, mereka
saling beradu cepat dengan memacu kerbau yang dikaitkan pada sebuah
gerobak dan dikendalikan oleh seorang joki.
Makin lama, kegiatan yang semula iseng itu pun berkembang dan makin
diminati banyak kalangan. Kini, Makepung telah menjadi salah satu
atraksi budaya yang paling menarik dan banyak ditonton oleh wisatawan
termasuk para turis asing.
Tak hanya itu, lomba pacu kerbau inipun telah menjadi agenda tahunan
wisata di Bali dan dikelola secara profesionalSekarang ini, Makepung
tidak hanya diikuti oleh kalangan petani saja. Para pegawai dan
pengusaha dari kota pun banyak yang menjadi peserta maupunsupporter.
Apalagi, dalam sebuah pertarungan besar, Gubernur Cup misalnya, peserta
Makepung yang hadir bisa mencapai sekitar 300 pasang kerbau atau bahkan
lebih. Suasana pun menjadi sangat meriah dengan hadirnya para pemusik
jegog(gamelan khas Bali yang terbuat dari bambu) untuk menyemarakkan
suasana lomba.
3. Atraksi Debus Banten
Atraksi yang sangat berbahaya yang biasa kita kenal dengan sebutan
Debus, Konon kesenian bela diri debus berasal dari daerah al Madad.
Semakin lama seni bela diri ini makin berkembang dan tumbuh besar
disemua kalangan masyarakat banten sebagai seni hiburan untuk
masyarakat. Inti pertunjukan masih sangat kental gerakan silat atau
beladiri dan penggunaan senjata. Kesenian debus banten ini banyak
menggunakan dan memfokuskan di kekebalan seseorang pemain terhadap
serangan benda tajam, dan semacam senjata tajam ini disebut dengan
debus.
Kesenian ini tumbuh dan berkembang sejak ratusan tahun yang lalu,
bersamaan dengan berkembangnya agama islam di Banten. Pada awalna
kesenian ini mempunyai fungsi sebagai penyebaran agama, namun pada masa
penjajahan belanda dan pada saat pemerintahan Sultan Agung Tirtayasa.
Seni beladiri ini digunakan untuk membangkitkan semangat pejuang dan
rakyat banten melawan penjajahan yang dilakukan belanda. Karena pada
saat itu kekuatan sangat tidak berimbang, belanda yang mempunyai
senjata yang sangat lengkap dan canggih. Terus mendesak pejuang dan
rakyat banten, satu satunya senjata yang mereka punya tidak lain adalah
warisan leluhur yaitu seni beladiri debus.
4. Karapan Sapi Masyarakat Madura Jawa Timur
Karapan sapi yang merupakan perlombaan pacuan sapi yang berasal dari
Madura Jawa Timur, Dalam even karapan sapi para penonton tidak hanya
disuguhi adu cepat sapi dan ketangkasan para jokinya, tetapi sebelum
memulai para pemilik biasanya melakukan ritual arak-arakan sapi
disekelilingi pacuan disertai alat musik seronen perpaduan alat music
khas Madura sehingga membuat acara ini menjadi semakin meriah.
Panjang rute lintasan karapan sapi tersebut antara 180 sampai dengan
200 meter, yang dapat ditempuh dalam waktu 14 sd 18 detik. Tentu sangat
cepat kecepatan sapi – sapi tersebut, selain kelihaian joki terkadang
bamboo yang digunakan untuk menginjak sang joki melayang diudara karena
cepatnya kecepatan sapi sapi tersebut. Untuk memperoleh dan menambah
kecepatan laju sapi tersebut sang joki, pangkal ekor sapi dipasangi
sabuk yang terdapat penuh paku yang tajam dan sang joki melecutkan
cambuknya yang juga diberi duri tajam kearah bokong sapi.
Tentu saja luka ini akan membuat sapi berlari lebih kencang, tetapi
juga menimbulkan luka disekitar pantat sapi. Jarak pemenang terkadang
selisih sangat tipis, bahkan tidak jarang hanya berjarak 1 sd 2 detik
saja. Karapan Sapi dimadura merupakan pagelaran yang sangat
Unik,
selain sudah diwarisi secara turun menurun tradisi ini juga terjaga
sampai sekarang. Even ini dijadikan sebagai even pariwisata di
Indonesia, dan tidak hanya turis local dari mancanegara pun banyak yang
menyaksikan karapan sapi ini.
5. Upacara Kasada Bromo
Upacara Kasada bromo dilakukan oleh masyarakat Tengger yang bermukim di
Gunung Bromo Jawa Timur, mereka melakukan ritual ini untuk mengangkat
seorang Tabib atau dukun disetiap desa. Agar mereka dapat diangkat oleh
para tetua adat, mereka harus bisa mengamalkan dan menghafal mantera
mantera. Beberapa hari sebelum Upacara Kasada bromo dimulai, mereka
mengerjakan sesaji sesaji yang nantinya akan dilemparkan ke Kawah
Gunung Bromo. Pada malam ke 14 bulan Kasada Masyarakat tengger
berbondong bondong dengan membawa ongkek yang berisi sesajo dari
berbagai macam hasil pertanian dan ternak. Lalu mereka membawanya ke
Pura dan sambil menunggu Dukun sepuh yang dihormati datang mereka
kembali menghafal dan melafalkan mantera, tepat tengah malam diadakan
pelantikan dukun dan pemberkatan umat dipoten lautan pasir gunung bromo. Bagi masyarakat Tengger, peranan
Dukun adalah sangat penting. Karena mereka bertugas memimpin acara –
acara ritual, perkawinan dll.
Sebelum lulus mereka diwajibkan lulus ujian dengan cara menghafal dan
lancar dalam membaca mantra mantra. Setelah Upacara selesai, ongkek –
ongkek yang berisi sesaji dibawa dari kaki gunung bromo ke atas kawah.
Dan mereka melemparkan kedalam kawah, sebagai simbol pengorbanan yang
dilakukan oleh nenek moyang mereka.
Didalam kawah banyak terdapat pengemis dan penduduk tengger yang
tinggal dipedalaman, mereka jauh jauh hari datang ke gunung bromo dan
mendirikan tempat tinggal dikawah gunung Bromo dengan harapan mereka
mendapatkan sesaji yang dilempar. Penduduk yang melempar sesaji
berbagai macam buah buahan dan hasil ternak, mereka menganggapnya
sebagai kaul atau terima kasih mereka terhadap tuhan atas hasil ternak
dan pertanian yang melimpah. Aktivitas penduduk tengger pedalaman yang
berada dikawah gunung bromo.
Disadur dari berbagai sumber.
0 komentar :
Post a Comment