Siapa yang tak mengenal Bandung, kota wisata yang sangat populer
dengan wisata belanja dan kulinernya. Selain 2 hal di atas sebenarnya
masih banyak yang dapat “dijual” dari kota ini. Wisata alam, budaya dan
sejarah dapat lebih dikembangkan dan dikemas lebih kreatif sehingga para
pelancong tidak akan bosan berkunjung ke Bandung. Dengan demikian
eksistensi Bandung sebagai kota wisata akan terus bertahan.
Salah satu yang bisa dikembangkan adalah wisata sejarah. Selain
memiliki beberapa museum, di Bandung kita juga bisa menikmati suasana
kota tua dibeberapa sudutnya dengan banyaknya gedung – gedung tua yang
berarsitektur unik. Arsitektur gedung-gedung tua di kota Bandung
didominasi oleh gaya arsitektur yang dikenal dengan istilah art deco, sehingga pada tahun 2001 Bandung menjadi peringkat 9 dari 10 World Cities of Art Deco. Karena banyaknya bangunan bergaya art deco ini pula kemudian kemudian Bandung dijuluki Paris van Java.
Masa kejayaan arsitektur art deco di Bandung terjadi sekitar
tahun 1920-an. Ketika itu pemerintah Hindia Belanda berencana
memindahkan Ibukota dari Batavia ke Bandung. Untuk tujuan tersebut
secara bertahap didirikanlah gedung – gedung baru untuk perkantoran
pemerintah Hindia Belanda di Bandung. Gedung – gedung tersebut dibangun
dengan gaya arsitektur yang sedang populer saat itu yaitu langgam art deco.
Langgam art deco berkembang setelah berakhirnya Perang Dunia
I hingga meletusnya Perang Dunia II. Saat itu masyarakat dunia sibuk
menata kembali lingkungannya yang rusak akibat perang. Para seniman dan
arsitek saat itu seakan diberi kesempatan untuk mencari inovasi baru
untuk membangun kembali lingkungannya yang porak-poranda, hingga
kemudian lahirlah gaya seni yang saat ini dikenal dengan langgam art deco.
Menikmati kemegahan bangunan tua di Bandung dapat kita mulai dari
Jalan Asia – Afrika. Di jalan yang bersejarah ini banyak berjejer
bangunan kuno yang megah baik yang berarsitektur art deco
maupun langgam arsitektur klasik lainnya. Grand Hotel Preanger, Hotel
Savoy Homann, Gedung Merdeka, Toko De Vries dan Kantor Pos Bandung
merupakan beberapa diantaranya.
Grand Hotel Preanger pada awalnya merupakan sebuah toko hingga
kemudian mengalami beberapa kali renovasi dan berubah fungsi menjadi
hotel. Hotel bergaya art deco geometric ini di desain ulang
oleh C.P. Wolff Schoemaker pada tahun 1929 dibantu oleh seorang muridnya
sebagai juru gambar yang tak lain adalah Ir. Soekarno, yang kemudian
menjadi presiden pertama Indonesia.
Hotel Savoy Homman pada awalnya bernama hotel Homann, yang dimiliki oleh keluarga Homann. Pada tahun 1940 hotel bergaya art deco jenis streamline moderne
ini didesain ulang oleh Albert Aalbers yang kemudian namanya ditambah
menjadi Hotel Savoy Homann. Beberapa tokoh dunia pernah menginap di
hotel ini, salah satunya adalah Charlie Chaplin. Pada waktu
diselenggarakannya Konferensi Asia Afrika tahun 1955 hotel ini bersama
dengan hotel Grand Preanger menjadi tempat menginap para pemimpin dunia.
Di sebelah utara hotel Savoy Homann terdapat Gedung de Vries. Gedung
ini disebut-sebut sebagai pusat perbelanjaan pertama di Bandung. Tahun
1909 dan 1920 dilakukan pemugaran toko de Vries oleh biro arsitek Edward
Cuypers Hulswitt dengan gaya klasik Eropa. Terakhir pada tahun 2010
toko ini kembali dipugar hingga tampilannya seperti tampak saat ini.
Gedung Merdeka pertama kali dibangun pada
tahun 1895 dengan nama Societeit Concordia. Pada tahun 1926 bangunan ini
direnovasi seluruhnya oleh Wolff Schoemacher, Aalbers dan Van Gallen.
Pada tahun 1954 gedung ini di pugar kembali untuk keperluan Konferensi
Asia Afrika yang diselenggarakan tahun 1955.
Masih di jalan Asia – Afrika terdapat
Kantor Pos Besar Bandung. Kantor pos ini selesai dibangun pada tahun
1928 hasil rancangan arsitek J. Van Gendt dengan gaya art deco geometric. Dahulu jalan tempat kantor pos ini berada bernama Postweg (Jalan
Raya Pos). Jalan Raya Pos merupakan jalan sepanjang 1000 km yang
dibangun pada masa Gubernur Jendral Daendels yang membentang dari Anyer
hingga Panarukan dan melewati kota Bandung.
Di jalan Braga kita bisa melihat jajaran toko-toko kuno bergaya art deco. Di jalan ini juga terdapat Gedung DENIS Bank (sekarang Bank Jabar) yang di bangun pada tahun 1936 oleh arsitek Albert Aalbers bergaya art deco.
Disadur dari berbagai sumber.
Di jalan Braga kita bisa melihat jajaran toko-toko kuno bergaya art deco. Di jalan ini juga terdapat Gedung DENIS Bank (sekarang Bank Jabar) yang di bangun pada tahun 1936 oleh arsitek Albert Aalbers bergaya art deco.
Disadur dari berbagai sumber.
0 komentar :
Post a Comment